Di tengah semakin luasnya jangkauan internet, canggihnya perkembangan dan penyebaran teknologi informasi, serta populernya penggunaan media sosial, telah menghadirkan bentuk-bentuk baru kekerasan berbasis gender (KBG).
Berdasarkan definisi Komisioner Tinggi Persatuan Bangsa-bangsa untuk Pengungsi (UNHCR), kekerasan bebasis gender diartikan sebagai kekerasan langsung pada seseorang yang didasarkan atas seks atau gender. Ini termasuk tindakan yang mengakibatkan bahaya atau penderitaan fisik, mental atau seksual, ancaman, paksaan, dan penghapusan kemerdekaan.
Kekerasan berbasis gender online (KBGO) atau KBG yang difasilitasi teknologi, sama seperti kekerasan berbasis gender di dunia nyata, tindak kekerasan tersebut harus memiliki niatan atau maksud melecehkan korban berdasarkan gender atau seksual. Jika tidak, kekerasan tersebut masuk dalam kategori kekerasan umum di dunia maya.
Komisi Nasional Antikekerasan pada Perempuan (Komnas Perempuan) mememiliki terminologi terhadap kasus KBG di dunia maya dengan istilah Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) berbasis cyber, yakni kejahatan cyber dengan korban perempuan yang seringkali berhubungan dengan tubuh perempuan yang dijadikan objek pornografi. Salah satu bentuk kejahatan yang sering dilaporkan adalah penyebaran foto atau video pribadi di media sosial atau website pornografi.
Sejak 2015, Komnas Perempuan telah memberikan catatan tentang kekerasan terhadap perempuan yang terkait dengan dunia online, dan menggarisbawahi bahwa kekerasan dan kejahatan cyber memiliki pola kasus yang semakin rumit. Jumlah laporan yang masuk ke Komnas Perempuan juga cenderung terus bertambah tiap tahunnya.
Berdasarkan data pada catatan tahunan Komnas Perempuan 2019, sepanjang 2018 ada sebanyak 97 laporan kekerasan yang terjadi di dunia maya. Komnas Perempuan mengklasifikasikan laporan-laporan tersebut pada beberapa tipe KBGO, yakni revenge porn, malicious distribution, cyber harrasment, impersonation, cyber stalking, cyber recruitment, sexting, cyber hacking, and morphing.
Pada catatan tahun sebelumnya, Komnas Perempuan menerima 65 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan di dunia maya. Bentuk-bentuknya berupa pendekatan untuk memperdaya (cyber-grooming), pelecehan online (cyber harassment), peretasan (hacking), konten ilegal (illegal content), pelanggaran privasi (infringement of privacy), ancaman distribusi foto/video pribadi (malicious distribution), pencemaran nama baik (online defamation), dan rekrutmen online (online recruitment).
Sementara itu, dalam Internet Governance Forum dipaparkan bahwa kekerasan berbasis gender online mencakup spektrum perilaku, termasuk penguntitan, pengintimidasian, pelecehan seksual, pencemaran nama baik, ujaran kebencian, dan eksploitasi. KBGO juga dapat masuk ke dunia offline, di mana korban atau penyintas mengalami kombinasi penyiksaan fisik, seksual dan psikologis, baik secara online maupun langsung di dunia nyata.
Aktivitas-aktivitas yang termasuk KBGO
Jika dilihat berdasarkan bentuk dan jenisnya, ada beberapa macam aktivitas yang dapat dikategorikan sebagai KBGO.
- Pelanggaran privasi
Beberapa bentuk dari pelanggaran privasi antara lain mengakses, menggunakan, memanipulasi dan menyebarkan data pribadi, foto atau video tanpa sepengetahuan dan persetujuan. Menggali dan menyebarkan informasi pribadi seseoran dengan maksud untuk memberikan akses untuk tujuan jahat (doxxing).
2. Pengawasan dan pemantauan
Memantau, melacak dan mengawasi kegiatan online dan offline, mengunti atau stalkin, sera menggunakan GPS atau geo-locator lainnya untuk melacak pergerakan target.
3. Perusakan reputasi/kredibilitas
Membuat dan berbagi data pribadi yang keliru dengan tujuan merusak reputasi seseorang, memanipulasi dan membuat konten palsu, sera mencuri identitas dan berpura-pura menjadi orang tersebut.
4. Pelecehan
Pelecehan berulang-ulang melalui pesan dan kontak yang tidak diinginkan, ujaran kebencian dan postingan di media sosial dengan target pada gender atau seksualitas tertentu, penghasutan terhadap kekerasan fisik, serta penggunaan gambar atan konten online yang tidak senonoh untuk merendahkan perempuan atau gender lainnya.
5. Ancaman dan kekerasan langsung
Perdagangan perempuan melalui penggunaan teknologi, pemerasan dengan ancaman seksual (sekstorsi), peniruan atau impersonasi yang mengakibatkan serangan fisik.
6. Serangan yang ditargetkan ke komunitas tertentu
Meretas situs web, media sosial, atau email organisasi atau komunitas dengan niat jahat, ancaman langsung kekerasan terhadap anggota komunitas/organisasi, pengepungan (mobbing) untuk intimidasi atau pelecehan oleh sekelompok orang, serta pengungkapan informasi yang sudah dianonimkan.
Dampak KBGO
Masing-masing korban atau penyintas KBGO mengalami dampak yang berbeda-beda. Beberapa hal yang mungkin terjadi dan dialami para korban dan penyintas antara lain:
- Kerugian psikologis, berupa depresi, kecemasan, dan ketakutan. Ada juga pada titik tertentu para korban/penyinas menyatakan pikiran bunuh diri sebagai akibat dari bahaya yang mereka hadapi.
- Keterasingan sosial, dengan menarik diri dari kehidupan publik termasuk keluarga dan teman-teman. Hal ini terutama berlaku untuk perempuan yang foto atau videonya didistribusikan tanpa persetujuan dan membuat mereka merasa dipermalukan dan diejek di tempat umum.
- Kerugian ekonomi karena kehilangan penghasilan, banyak korban atau penyintas yang harus kehilangan pekerjaan karena dianggap aib atau karena tidak mampu melanjutkan pekerjaan dengan kondisi psikologis dan fisik yang membutuk.
- Mobilitas terbatas karena kehilangan kemampuan untuk bergerak bebas dan berpartisipasi dalam ruang online dan offline.
- Sensor diri terjadi karena hilangnya kepercayaan diri terhadap keamanan dalam menggunakan teknologi digital, hingga putusnya akses ke informasi, layanan elektronik, dan komunikasi sosial atau profesional.
Lebih lanjut, KBGO juga berkontribusi terhadap budaya seksisme dan misoginis online, serta melanggengkan ketidaksteraan gender di ranah offline. Pelecehan dan KBGO merugikan perempuan dan gender minoritas lainnya dengan membatasi kemampuan mereka untuk mendapatkan manfaat dari aktivitas online, seperti pekerjaan, promosi, dan ekspresi diri.
Apa yang harus dilakukan?
Jika kita merasa menjadi korban KBGO, ada beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai upaya untuk menyelamatkan diri.
- Dokumentasikan hal-hal yang terjadi
Bila memungkinkan, dokumentasikan semua hal secara detail. Dokumen yang dibuat dengan kronologis dapat membantu proses pelaporan dan pengusutan terhadap pihak berwenang. Hal ini bisa dilakukan dengan membuat tangkapan layar atas semua kejadian yang dialami, misalnya chat, postingan di media sosial, dll.
Selain itu, simpan alamat tautan terhadap konten tersebut atau nama akun yang melakukan KBGO, sertakan waktu kejadian untuk dicatat dalam kronologis. Tim Cyber Crime Investigation Center (CCIC) Bareskrim Mabes Polri sudah menyatakan screenshot alamat link bisa menjadi barang bukti yang sah.
2. Hubungi bantuan
Cari tahu individu, lembaga, organisasi atau institusi terpercaya yang dapat memberikan bantuan. Sebelumnya, identifikasi terlebih dulu apa yang paling kamu butuhkan saat itu. Jika kamu merasa butuh bantuan hukum, kamu bisa menghubungi lembaga bantuan hukum (LBH) terdekat dari tempat tinggal, atau menghubungi LBH APIK (Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan) melalui lbhapik.or.id.
Sementara itu, jika kamu merasa lebih membutuhkan bantuan konseling untuk kondisi psikologis, kamu bisa menghubungi psikolog profesional terdekat atau melakukan konseling ke Yayasan Pulih (yayasanpulih.org).
Komnas Perempuan Indonesia juga menyediakan saluran khusus pengaduan dan rujukan untuk korban kekerasan seksual atau kekerasan berbasis gender baik online atau offline melalui telepon di 021–3903963 dan 021–80305399 atau melalui surel ke mail@komnasperempuan.go.id.
3. Lapor dan blokir pelaku
Di ranah online, korban melalui opsi untuk melaporkan dan memblokir pelaku atau akun-akun yang dianggap atau telah mencurigakan, membuat tidak nyaman, atau mengintimidasi melalui fitur ‘laporkan akun’ di masing-masing media sosial atau digital platform lainnya.
Sumber:
Kusuma, Ellen dan Nenden S. Arum. 2019. Memahami dan Menyikapi Kekerasan Berbasis Gender Online. Jakarta: Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet).
Dapat diakses melalui tautan http://s.id/panduanKBGO